Slide Photo

Sabtu, 26 Juni 2010

SEjarah KAMPUNG AMBON pada KOTA JAKARTA

Kampung Ambon

Kampung Ambon terletak dalam wilayah kelurahan Kayu Putih bagian tengah, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Keadaan geografis Kampung Ambon ialah dataran rendah dengan warna tanah coklat kemerahan, lapisan paling atas sangat subur dapat ditanami segala macam tanaman buah-buahan, tanaman hias dan pohon pelindung.

Oleh karena perkembangan waktu dan perkembangan penduduk, daerah ini menjadi tanah hunian penduduk. Perubahan penggunaan tanah lebih meluas lagi setelah proyek perumahan, proyek pacuan kuda oleh Yayasan Pulomas pada tahun 1967. Adapun nama Kampung Ambon berasal dari kata Kumpi Ambon yaitu sebuah kuburan tua yang kini dianggap keramat oleh masyarakat kampung Ambon. Keramat Kumpi Ambon ini sampai sekarang masih sering dikunjungi oleh orang luar selain oleh masyarakat kampung Ambon sendiri. Tentang Keramat Kumpi Ambon ada beberapa pendapat yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Pendapat pertama dari Bapak Asnawi. T, staf kelurahan Kayu Putih menerangkan bahwa Kumpi Ambon adalah keramat orang Jakarta asli, Ambon adalah nenek moyang masyarakat kampung Ambon yang pertama yang dimakamkan di kampung Ambon. Dan kini oleh ahli warisnya, keramat Kumpi Ambon dirawat dengan baik bahkan diberi sesajian beruoa berbagai jenis kembang pada waktu tertentu.

Kedua pendapat dari bapak Urip mengatakan bahwa keramat Kumpi Ambon adalah kuburan orang-orang Ambon yang dahulu pernah tinggal di kampung Ambon, mereka adalah pegawai atau penjaga kuda Kompeni Belanda. Orang-orang Ambon ini didalam hidupnya lebih banyak mengadipkan diri untuk kepentingan Kompeni Belanda dibandingkan dengan kepentingan bangsanya sendiri. Adapun pendapat dari bapak H. Salim (80 tahun), bekas staf kelurahan Kayu Putih mengatakan bahwa nama kampung Ambon dapat dihubungkan dengan orang-orang Ambon. Mereka adalah para pensiunan tentara Kompeni Belanda yang kemudian dibuang ke kampung Ambon. Walaupun nama kampung Ambon merupakan nama kampung yang paling tua namun nama kampung Ambon tidak dipakai untuk nama kelurahan karena nama ini tidak disenangi oleh masyarakat luar. Demikian pula kelurahan Rawasari semula akan diberi nama Beek Meester Kampung Ambon, tetapi nama tersebut tidak dipakai karena istilah Ambon saat ini tidak disenangi masyarakat.

Pada tahun 1937 kelurahan Rawasari dibagi menjadi 4 daerah kemandoran dan masing-masing dipimpin oleh seorang mendor (kepala lingkungan) yaitu :

a. Mandor Salim bin mandor Amid, meliputi wilayah :

Kampung Jawa (Rawasari);

Kampung Rawa;

Kampung Mangun.

b. Mandor Tugiman, meliputi wilayah :

Rawa Kerbau;

Sumur Batu;

Pendongkelan;

Kampung Banda (Cempaka Putih).

c. Mandor Baan, meliputi wilayah :

Kampung Ambon;

Kampung Tanah Tinggi;

Kampung Kayu Putih.

d. Mandor Ilyas, meliputi wilayah :

Kawi-kawi;

Utan Kayu Pasar Genjing;

Pada tahun 1965 kelurahan Rawasari dibagi 4 kelurahan yaitu :

Kelurahan Rawasari, kecamatan Senen, Jakarta Pusat;

Kelurahan Utan Kayu, kecamatan Matraman, Jakarta Pusat;

Kelurahan Kayu Putih, kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur;

Kelurahan Cempaka Putih, kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Pada tahun 1968 Mandor Baan diinstruksikan oleh lurah Rawasari untuk mempersiapkan pembentukan sebuah kelurahan, lalu diadakan musyawarahyang dihadiri tokoh-tokoh masyarakat, antara lain :

Haji Sayuti, Mandor Baan serta para sesepuh dari kampung Ambon, Kampung Tanah Tinggi dan Kampung Kayu Putih.

Dalam musyawarah tersebut diajukan beberapa usul antara lain :

Usul sebagian tokoh masyarakat yang menghendaki nama kelurahan bernama keluruhan Kampung Ambon dengan alasan bahwa kampung Ambon adalah kampung tertua selain itu juga terdapat keramat Kumpi Ambon.

Usul lain menghendaki nama kelurahan bernama kelurahan Tanah Tinggi dengan alasan bahwa selain tanahnya yang tinggi juga terdapat pohon panggang yang tinggi yang terlihat dari Tanjung Priok.

Sedang usul yang lainnya menghendaki dinamakan kelurahan Kayu Putih karena terdapat keramat Kayu Putih.

Musyawarah tersebut gagal membentuk nama sebuah kelurahan yang baru, maka setelah musyawarah terakhir dicapailah kesepakatan yaitu nama kelurahan yang baru adalah kelurahan Kayu Putih.

Pengusulan nama kelurahan kampung Ambon tidak dapat disetujui karena di kampung Ambon tersebut ternyata tidak ada orang Ambon. Kini wilayah kampung Ambon menjadi daerah perumahan yang dikelola oleh proyek By Pass dan Proyek Cempaka Putih.

Benda-benda bersejarah yang terdapat di Kampung Ambon berasal dari jaman VOC Belanda dan juga dari tokoh-tokoh masyarakat setempat yang merupakan perintis pembangunan daerah ini. Adapun benda-benda peninggalan tersebut antara lain :

Paal

Benda ini terbuat dari batu cor dengan ketinggian 1 meter diatas permukaan tanah. Bentuknya agak gepeng dan nampaknya berkilau seakan-akan menyerupai batu giok dan diatas paal tersebut terdapat huruf VOC. Paal ini dibuat oleh pemerintah kompeni Belanda dan berfungsi sebagai patok guna menunjukkan batas-batas wilayah kota Batavia, batu cor ini juga ditemukan di daerah lain seperti Pal Merah, Pal Busuk, Pal Meriem, Mester Cornelis dan lainnya. Batas-batas kota Batavia tersebut ditarik dari gedung yang kini dikenal dengan nama gedung kesenian yang terletak di jalan Pasar Baru Jakarta. Kini sebagian besar batu-batu paal itu sudah tidak diketahui lagi rimbanya.

Kramat Kumpi Ambon

Makam Kramat Kumpi Ambon terletak di kampung Ambon dan makam tersebut kini berbentuk onggokan tanah dengan ukuran 2 x 1 meter. Di sekeliling makam diberi batas-batas terbuat dari semen sedangkan bagian serambi berlantai ubin dan seIuruh makam dikeliliigi oleh tembok yang terbuat dari batu bata berbentuk rumah dengan genteng sebagai atapnya. Ukuran keseluruhan makam kurang lebig 2,5 x 3 meter.

Pakaian Haji Abdul Gani

Haji Abdul Gani adalah seorang penduduk asli kampung Ambon yang hidup 150 tahun yang lalu dan memiliki ilmu tinggi baik dalam bidang keagamaan maupun kebatinan. Disamping itu sebagai pendiri masjid yang diberi nama masjid Abdul Gani. Selain peninggalan masjid Abdul Gani juga terdapat peninggalan sepasang pakaian beliau yang biasanya dipakai melakukan syiar agama lslam. Model pakaian tersebut berbentuk pakaian kodaniah dengan motif kotak-kotak. Pakaian tersebut kini disimpan rapi oleh ahli warisnya dan tidak boleh dipakai sembarangan orang.

Kramat Kumpi Bunga

Ki Bunga adalah seorang sakti yang dapat menentukan arah patung singa (lambang kota Batavia) tepat menghadap ke arah negeri Belanda. Lokasi patung singa tersebut terdapat di lapangan Banteng. Karena keberhasilan tersebut, Ki Bunga mendapat hadiah uang dan dibebaskan membayar pajak tanah (pajak verponding). Kini, setiap bulan Maulid diadakan selamatan Kumpi Bunga.

Masyarakat kampung Ambon mengenal berbagai cerita rakyat tentang kepahlawanan, kesaktian yang pernah dialami oleh tokoh-tokoh masyarakat kampung Ambon dahulu, diantaranya Bambu Kuning, kisah ini tentang seorang dukun sakti dalam pengobatan seseorang dengan jalan menancapkan bambu kuning ke tanah lalu kemudian memancar air dalam tanah tersebut, air tersebut lalu diminumkan ke orang yang sedang sakit.

Penduduk kampung Ambon terdiri dari Betawi, Jawa, Sunda, Batak, Padang, Cina dan sebagainya. Mayoritas penduduk Betawi menempati kampung Pedongkelan dan kampung Pulau Nangka. Sedangkan bagi penduduk Betawi yang terkena proyek Yayasan pulomas dipindahkan di Kampung Baru dan Tanah Poncol. Masalah yang rumit yang timbul di kampung Ambon adalah masalah urbanisasi. Biarpun kota Jakarta sudah dinyatakan sebagai kota tertutup untuk pendatang baru berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1.B.3/27/70 tanggal 5 Agustus 1970, tetapi para pendatang baik dari Jawa maupun dari luar Jawa bermukim di Jakarta. Padahal tanah di Kelurahan Kayu Putih sebagian besar sudah dikuasai oleh yayasan Pulomas, tetapi masih saja terjadi penyerobotan tanah oleh pendatang baru seperti terjadi di komplek Tanah Sarjana Mandala UI. Mereka mendirikan bangunan tidak melalui prosedur sehingga menyulitkan pihak pemerintah setempat. Pada mulanya, mata pencaharian penduduk kampung Ambon adalah bertani. Hasilnya digunakan untuk kebutuhan sendiri, andaikata ada yang dikirim kedaerah lain maksudnya adalah lebih bersifat sosial. Perubahan kehidupan corak agraris mulai surut setelah revolusi fisik tahun 1945.

Mata pencaharian yang banyak dilakukan penduduk Ambon adalah :

Pegawai negeri;

ABRI;

Pegawai Swasta;

Berdagang;

Buruh/Pertukangan;

dan sebagainya.

Kegiatan yang agak menonjol dan dilakukan hampir semua wanita kampung Ambon adalah menganyam tikar pandan yang bahannya sengaja ditanam sebagai batas pekarangan. Daunnya yang panjang serta kuat dan kenyal diiris memanjang sesuai dengan kebutuhan lalu kemudian direbus sampai lapisan hijaunya terlepas. setelah dijemur, diperoleh bahan baku anyaman tikar berwarna putih, lentur dan cukup kuat. Hasil anyaman tikar ini dijual oleh suaminya 1-2 kali seminggu langsung ke konsumen atau tengkulak.

Masyarakat kampung Ambon nampaknya mengalami suatu pergeseran sistem kemasyarakatan yang terlalu cepat. Kampung yang semula teguh dan kokoh dalam memegang suatu tradisi yang sudah turun temurun, kini dihadapkan dengan setumpuk permasalahan social yang timbul karena adanya proyek-proyek pemukiman real estate, dengan banyaknya pendatang yang mempunyai adat yang kebiasaan yang berbeda. Nilai-nilai dan tatanan masyarakat lambat laun berubah dan saling menyesuaikan, ini akibat timbulnya akulturasi kebudayaan. Ciri-ciri kebudayaan lama hidup bermasyarakat sampai sekarang masih dipertahankan, seperti suasana masyarakat pedesaan yang banyak menonjolkan sifat-sifat kolektif yang positif, misalnya solidaritas gotong royong dalam mendirikan bangunan, hajatan dan sebagainya.

Tradisi masyarakat Betawi kampung Ambon yang masih tersisa adalah pada saat dilangsungkan perkawinan. Sebelum dipertemukan kedua calon mempelai, penganten pria diarak dari rumahnya dengan pakaian penganten yang lengkap. Beberapa pemuka masyarakat, anggota keluarga serta seorang ahli silat ikut pula dalam iring-iringan itu sambil membawa semacam dandang dipunggungnya. Ketika rombongan penganten pria tiba di depan pekarangan rumah penganten wanita, ahli silat tersebut berada didepan untuk membuka jalan. Dan dari pihak mempelai wanita tampil pula seorang jago silat untuk menyambut kedatangan rombongan penganten pria. Pada saat itulah ditampilkan sebuah acara tradisional mengawali pertemuan kedua calon beserta rombongan. Kedua jago silat itupun menunjukkan kebolehannya dalam permainan silat dan dengan cepat terlibat dalam adu kekuatan, pukul memukul, menendang, mendorong dan kadang-kadang disertai adegan yang mengundang ketawa. Tujuan pertarungan kedua jago silat ini adalah memperebutkan dandang yang dibawa dari rombongan penganten pria. Seperti sudah diatur, wakil dari rombongan pria akhirnya menyerah, memang inilah yang dikehendaki sebagai simbol penyerahan mempelai pria kepada keluarga mempelai wanita.

Dalam upacara perkawinan, pengantin wanita biasanya ditandu sedangkan penganten pria berjalan kaki dalam arak-arakan berkeliling kampung yang diiringi oleh berbagai kelompok kesenian.

Adapun kesenian masyarakat Kampung Ambon yang terkenal adalah kesenian yang dipengaruhi oleh kebudayaan Cina yaitu Terompet Cina dan Barongan (Ondel-ondel). Khusus kesenian Ondel-ondel Kampung Ambon ini sering mengadakan pertunjukkan yang sifatnya resmi, baik pada masa jaman penjajahan Belanda maupun sesudah jaman kemerdekaan RI. Selain itu, jenis kesenian yang pernah ada di Kampung Ambon adalah kesenian rebana biang Ki Katel yang dianggap mempunyai tuah.

Referensi: Kampung Tua di Jakarta, Dinas Museum dan Sejarah, 1993.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar