Slide Photo

Sabtu, 26 Juni 2010

FILATELI


pfi-s.jpg (10796 bytes)
Sekretariat
Jl. Pos No. 2 Jakarta 10710 Indonesia
Phone : 62-21-3861788, 62-21-3518711
Fax : 62-21-3518710

Perkumpulan Filatelis Indonesia

Penerbitan prangko pertama di dunia di Inggris tanggal 6 Mei 1840 membuka lembaran sejarah baru bagi kemajuan pelayanan pos dan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi kehidupan umat manusia di seluruh dunia. Kepeloporan Inggris untuk mengefisienkan pelayanan pos tersebut kemudian diikuti oleh semua negara di dunia.

Lahirnya prangko ternyata juga menimbulkan kegemaran atau hobi baru untuk mengumpulkan prangko, yang kemudian secara populer dikenal dengan sebutan filateli. Selanjutnya terbentuklah perkumpulan –perkumpulan kolektor prangko atau filateli di seluruh dunia.

Prangko pertama di Indonesia terbit tanggal 1 April 1864, ketika Nusantara masih di bawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.

Tanggal 29 Maret 1922 sekelompok kolektor prangko mendirikan klub filateli di Jakarta (Batavia saat itu) yang mereka namakan "Postzegelverzamelaars Club Batavia". Perkumpulan ini mendapat pengakuan dari penguasa setempat pada tanggal 29 Maret 1922. Aspirasi lokal di berbagai tempat di Indonesia dihimpun dalam suatu wadah menjadi gerakan terorganisasi secara nasional dan diwujudkan dalam pembentukan "Nederlandsch Indische Vereeniging van Postzegel Verzamelaars" pada tanggal 15 Agustus 1940 sebagai lanjutan "Postzegelverzamelaar Club Batavia" dan berkedudukan di Jakarta.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia nama perkumpulan diubah menjadi "Algemene Vereeniging Voor Philatelisten In Indonesia" dan kemudian pada tahun 1953 menjadi Perkumpulan Umum philateli Indonesia.

Selanjutnya pada tahun 1965 menjadi Perkumpulan Philatelis Indonesia (PPI) dan akhirnya dalam tahun 1985 menjadi Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI).

Untuk dapat mengikuti perkembangan filateli di dunia internasional pada tahun 1969 Indonesia menjadi anggota Fédération International de Philatélie (FIP) yang berkedudukan di Swiss. Pada tahun 1974 Indonesia dan beberapa anggota FIP lainnya di wilayah Asia mendirikan sebuah federasi filateli regional yang berkedudukan di Singapura dengan nama Federation of Inter – Asian Philately (FIAP), yang anggotanya mencakup organisasi perkumpulan filateli di wilayah Asia – Pasifik.

Sejak lahirnya PFI bukan merupakan organisasi politik, melainkan suatu organisasi hobby yang bersifat nasional, tidak mencari keuntungan, dan terbuka untuk seluruh warga negara Indonesia pria dan wanita, tua maupun muda tanpa membeda-bedakan status sosial, tingkat kehidupan, kedudukan/jabatan maupun agama. Organisasi ini bertujuan untuk memajukan dan mengembangkan filateli dalam arti seluas-luasnya di seluruh tanah air serta mempererat hubungan, memperluas wawasan, menjalin persaudaraan dan persahabatan serta meningkatkan kerja sama antar filatelis baik nasional maupun internasional.

Filateli sebagai suatu kegiatan di luar sekolah mengandung aspek pendidikan yang berdampak positif bagi pembinaan dan pengembangan watak generasi muda bangsa. Oleh karena itu PFI berkewajiban untuk berperan serta aktif membantu pemerintah dalam menyukseskan pembangunan nasional di bidang pembinaan dan pengembangan generasi muda melalui kegiatan filateli.

Asal mula desa LATTA

ASAL USUL TERBENTUKNYA KAMPUNG LATTA

G.F RUMPHIUS (1653-1702) seorang peneliti dan penulis yang berdiam di Ambon hampir setengah abad lamanya dalam catatan pada bukunya "Ambon Sche Landbeschrijving" mengatakan bahwa Lateri-Latta dahulu adalah sebuah dusun kecil dan berada dibawah kekuasaan Negeri Halong. Dusun ini penuh dengan hutan cengkeh dan pohon sagu. Negeri Halong pada waktu lalu sangat berkuasa dan menguasai kekuatan lautan (Teluk Ambon).1
Orang - orang Latta dan Lateri menuturkan bahwa Datuk - datuk atau moyang mereka merupakan penduduk pendatang. Mereka berasal terutama dari Pulau Saparua dan Negeri Soya di Pulau Ambon dan moyang pertama yang tiba di dusun Latta berasal dari marga
Latununuwey (Latumanuwy). Pengertian Latumanuwy yaitu "Raja Burung" (Latu : Raja dan Manu : Burung). Diceritakan bahwa Latumanuwy dikirim oleh Raja Latuselemau dari Soya untuk mengawasi wilayah Soya yang berbatasan dengan Halong. Latumanuwy kemudian berpikir untuk menetap saja di tempat ia bertugas. Cita - citanya dikabulkan oleh penguasa Negeri Halong dan diberi sebuah dusun untuk menetap yang diberi nama Dusun Latta yang artinya "tanah yang miring" (pada lereng bukit). Lama kelamaan datang pendatang baru dan berdiam di Latta dan Lateri terutama dari Pulau Saparua.2
Para pendatang kebanyakan adalah orang - orang
Borgor(burger) atau dalam bahasa Melayu abad ke-19 diterjemahkan sebagai "aurang beybas" yaitu orang - orang atau penduduk negeri yang mendapat hak dan kebebasan dari Kompeni/ Pemerintah Belanda.
Sehubungan dengan tempat tinggal orang - orang borgor ini, sejarawan Germen Boelens, Chris van Fraassen dan Hans Straver mencatat bahwa banyak tempat yang terletak di binn enbaai van Ambon atau Teluk Ambon bagian dalam, seperti Galala, Halong, Latta, Lateri, Passo, Negeri Lama, Nania, Hunut, Poka, dan Rumahtiga. Pada umumnya didirikan sebagai
Burgerkampongs. Sampai pada abad ke-19 di Pulau Ambon (termasuk Latta) terdaftar sekitar 8.000 burger karena kawin - mawin.3
Struktur dan sistem pemerintahan berawal dari mas VOC sampai masa Hindia Belanda (1817-1942).
Dapat dikatakan bahwa pada awalnya pemerintahan kampung Lattta dikepalai oleh seorang
Wijkmeester. Kemudian oleh seorang Kepala Kampung. Kampung Latta masih berada dibawah kekuasaan Negeri Halongdan kepala kampung secara adat tradisional tetap dijabat oleh marga Latumanuwy. Para kepala kampung yang pernah memimpin Latta antara Lain :
  1. Yosias Latumanuwy
  2. Frederik Latumanuwy
  3. Yulius Latumanuwy
  4. Karel Latumanuwy
  5. Robert Rikumahu
Pada 7 Desember 1995, kampung Latta terlepas dari kekuasaan pemerintahan Halong dan berubah menjadi desa definif. Saat itu status kepala kampung disandang oleh Robert Rikumahu berubah menjadi Kepala Desa. Kemudian pada tanggal 6 Mei 2005 diadakan pelantikan kepala desa baru dan dijabat oleh K. A. Latumanuwy (2005-5011).
Bagaimana kedudukan Desa Latta sesuai UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Perda Kota Ambon tentang status dan kedudukan negeri - negeri adat dan kampung - kampung dalam Kota Ambon akan disesuaikan nanti.

catatan referensi:
1.Rumphius, G. E; Ambonsche Landbesehijiving, suntingan DR. Z. J. Manusama, Arsip Nasional RI, Jakarta 1983 hal. 65-66.
2.Pattikayhatu, J. A; Sejarah Asal Uasul dan Terbentuknya Negeri - negeri di Pulau Ambon, Lembaga Kebudayaan Daerah Maluku, Ambon 1997 hal 96-97.
3.Alyona, Cornelis;Sejarah Negeri Passo dan Perkembangan masyarakatnya, Aspek Keagamaan;Dalam negeri Passo (Kajian Sejarah, Budaya dan Agama) Passo 2004 hal. 61-63.

dikutip dari seminar oleh Prof. J. A. Pattikayhatu

Asal mula desa RUMAHTIGA

ASAL MULA BERDIRINYA NEGERI “RUMAHTIGA”, SALAH SATU DIANTARA 22 “NEGERI ADAT” YANG ADA DI KOTA AMBON.

Dahulu kala, diatas lereng-lereng bukit karang dan batu-batu terjal, di ketinggian kurang lebih 500 kaki dari permukaan laut. Di tengah hutan jazirah Hitu bahagian selatan, terdapat satu dudun kecil yang saat itu di kenal dengan sebutan atau Para Datuk, nenek moyang di Maluku yakni Aman atau Hena “Hukuinallo”. Nama Hukuinallo mengandung arti dalam bahasa daerah Maluku yaitu “Gunung Ibu Melindungi”. Aman atau Hena Hukuinallo adalah bahagian dari Uli Sewane, yang dipimpin oleh Aman Wakal sebagai saudara gandong yang tertua. Lebih dikenal sampai dengan saat ini sebagai salah satu negeri gandong Rumahtiga, bersama-sama dengan negeri Hitu Messing di utara pulau Ambon. Pada saat itu hidup rukun, aman dan damai. Masyarakatnya yang terdidri atas suku-suku pribumi asli Maluku yang biasa disebut Alifuru dari pulau Seram atau “Nusa Ina”, yaitu “Pulau Ibu” bagi kepulauan Maluku, serta para pendatang dari luar pulau Ambon, antara lain dari Maluku utara dan lain-lain. Suasana kehidupan didalam keterbatasan dan kesederhanaan walau hanya mengadalkan pekerjaan sebagai petani dan pencari hasil hutan yaitu Damar dan Rotan sebagai penyambung hidup mereka sehari-hari. Suatu ketika, tanpa mereka sadari, datanglah sumber bencana sebagai manusia Raksasa yang pada akhirnya membuat mereka ketakutan. Tercerai berai mencari perlindungan didalam gua-gua, batu karang yang banyak tersebar di hutan sekitar Aman atau Hena Hukuinallo untuk menyelamatkan diri dari serangan manusia Raksasa, yang biasa disebut dalam bahasa hari-hari orang Ambon yaitu Jaganti. Akibat keganasan Jaganti atau Raksasa itu dari waktu ke waktu, akhirnya penduduk Aman tau Hena Hukuinallo menjadi berkurang bahkan hamper punah karena dimangsanya. Pada suatu ketika, dari celah-celah gua persembunyian, diantara sekian banyak batu-batu karang yang masih berdiri kokoh hingga kini di bahagian utara dusun Air Alii di negeri Rumahtiga. Para penduduk Aman atau Hena Hukuinallo yang tersisa mulai mencari jalan keluar untuk menghabisi Jaganti tersebut sambil mempertahankan diri dari kepunahan. Namun upahnya itu bersia-sia, malahan kepunanhan senantiasa menanti mereka di depan mata. Didalam suasana yang penuh duka dan keputusasaan akhirnya penduduk Aman atau Hena Hukuinallo menbangun hubungan dengan salah satu Aman atau Hena di jezirah Leitimur yaitu Soya. Sekaligus mereka meminta bantuan untuk menangkal kegansan Jaganti yang sudah semakin menjadi-jadi itu. Dari hubungan yang dibangun serta permintaan bantuan penduduk Aman atau Hena Hukuinallo akhirnya dari Aman atau Hena Soya dikirimkan seorang Kapitan atau Hulubalang, yaitu Kapitan Soplanit, dibantu oleh Kapitan Sahurilla untuk menolong masyarakat/penduduk Aman atau Hena Hukuinallo. Dengan akal licik dari Kapitan Soplanit yang berpura-pura mengambil Air Nira atau Sageru dari pohon mayang, akhirnya Jaganti tersebut berhasil dibunuhnya dengan cara menombak, menggunakan kayu Nibung, penyangga tandan bunga Gamutu atau bunga mayang sageru yang telah diruncingkan kedalam mulut Jaganti itu pada saat ditawarkan minum sageru dari atas pohon mayang yang sementara diambil air Nira atau Sageru tersebut. Setelah Jaganti atau Raksasa tersebut mati/dibunuh, mayatnya kemudian dimakamkan di hutan rotan di tanah Hen Hukuinallo dan kuburnya masih dapat dilihat hingga kini dan tempat itu akhirnya diberi nam “Dusun Jaganti”, kurang lebih 1 km di utara dusun Telaga Pange, di Aman atau Hena Hukuinallo yaitu negeri Rumahtiga. Atas jasa Kapitan Soplanit tersebut, penduduk Aman atau Hena Aman atau Hena Hukuinallo memberikan imbalan atau hadiah yaitu hasil hutan yang paling berharga pada saat itu kepada Aman atau Hena Soya berupa tanaman Damar beralaskan sumpah bahwa tanaman Damar tersebut walaupun ditanam di tanah Aman atau Hena Hukuinallo dengan cara apapun juga, tidak akan hidup tumbuh sebagaimana biasa dan anak cucu mereka diberi kehormatan untuk menetap di tanah Hen Hukuinallo. Hal ini dapat kita lihat sampai kehari-hari ini masih ada keturunan dari Kapitan Sahurilla di desa Waiyame. Setelah itu tanda-tanda kehidupan mulai kembali nampak di Aman atau Hena Hukuinallo sampai dengan abad ke 15, kehidupan itu berlanjut dalam suasana seperti semula. Di abad 15 itu mulai berdatngan bangsa-bangsa asin, yaitu Para Saudagr dari tanah Persia, bangsa Portugis dan bangsa Belanda ke Maluku untuk mencari rempah-rempah kebangaan tanah Maluku, yaitu Cengkih dan Pala. Sekaligus mereka menyebarkan agama mereka termasuk Para Missionaris yang menyebarkan agama Kristen di tanah Aman atau Hena Hukuinallo. Dapat kita buktikan bahwa orang atau penduduk Hena Hukuinallo atau Rumahtiga sebagai penganut agama-agama yang mereka bawa dan adanya makam atau kuburan keluarga missionaris kenamaan berkebangsaan Belanda, yaitu pendeta Luyke dan kelurganya di lorong Waimeteng, menuju pantai Rumahtiga, disamping rumah alarmhum pendeta J.Z. Haurissa dan makam atau kuburan atau missonaris Rooskot dan keluarganya yang adalah missionaris pengganti Joseph Kamp, rasul Maluku. Pada saat terjadi monopoli rempah-rempah oleh kompeni Belanda di tahun 1618 di kepulauan Maluku, seluruh masyarakat penduduk pribumi yang berdiam di pegunungan, termasuk penduduk Aman atau Hena Hukuinallo, diperintahkan untuk turun dari tempat kediaman mereka di Aman atau Hena Hukuinallo ke pesisir pantai sebagai tempat pemukiman mereka yang baru. Pada saat itu ialah daerah perkampungan yang hingga saat ini dikenal dengan nama kampong Pohon Mangga, diantara kompleks Den Zipur5 sekarang dan di bahagiann Timur dari tanjung Martin Alfonzo yang juga disebut dengan kata hari-hari tanjung Marthafons. Yang juga adapun keluarga-keluarga atau matrumah-matarumah atau rumah tau-rumah tau yang turun dari Aman atau Hena Hukuinallo ke pesisir pantai ialah mereka yang tersisa dari keganasan Jaganti atau Raksasa itu yang telah tewas dihabisi oleh kapitan Soplanit dari Hena Soya yaitu masing-masing:

1. Titawasilasale (Tita) (Soa Hena Hukuinallo)
2. Hatulesila (Soa Haubaga)
3. Latukau (da Costa) (Soa Parry)

Berawal dari 3 matrumah atau 3 soa adat inilah akhirnya perkampungan mungil ini diberi nama baru oleh bangsa Belanda yang saat itu telah menjajah Nusantara, ialah “Drie Huizen” yang bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia ialah “Rumahtiga”. Sejarahpun berkembang dan negeri Rumahtiga menjelma menjadi negeri adat yang maju, pesat dibindang pembangunan, dibidang kemasyarakatan dan social budaya. Setelah datang tambahan keluarga-keluarga baru dari negeri-negeri tetangga di Maluku tengah, antara lain; keluarga Persulessy, Hendriks, Hitalessy, Kastanya, Huwae, Limba, Marlisa, Hatumessen, Dominggus, Marthinus (asli Martinez), Pattirajawane, Pariury, Molle, Siwalette, Talakua, Mataheru, Saimima, Lopulissa, Mustamu, Lainsamputty, Cols, Sohilait dan lain-lain keluarga yang turut memberikan andil membangun negeri Rumahtiga menjadi “Negeri Adat” yang utuh, terbentang dengan petuanannya yang berbatasan antara;

-sebelah Utara : negeri Wakal dan Hitumessing
-sebelah Selatan : teluk Dalam dan teluk Ambon
-sebelah Timur : Hunuth – Durian Patah (yang adalah petuanan negeri Halong)
-sebelah Barat : negeri Hative Besar

Negeri Rumahtiga dalam statusnya sebagai “Negeri Adat” diantara 22 Negeri Adat yang terbesar di kota Ambon dan mempunyai 2 kampung-bawahan, yaitu Poka dan Waiyame, akhirnya menjadi negeri yang maju dan cukup dikenal di hamper seluruh belahan dunia karena disitulah saat ini bercokol pusat pendidikan tinggi negeri ternama, yang setiap saat dapat melorahkan generasi muda harapan bangsa dengan berbagai disiplin ilmu, yaitu Universitas Pattimura yang biasa disebut-sebut orang yang tidak mengerti asal-ususlnya Negeri Rumahtiga, dengan sebutan Universitas Pattimura Poka. Negeri Rumahtiga, negeri Idaman banyak insan..... perlahan tapi pasti dan selalu dikenang, oleh siapapun dia, sebagai kota pendidikan yang nantinya akan menjadi Kiblat Maluku dimasa-masa yang akang datang, sebagai kebanggaan kita semua!

Legenda Empat Kapitan dari Maluku

Legenda Empat Kapitan

Daerah Nunusaku, dahulu kala merupakan pusat kegiatan pulau Seram, yang biasa juga disebut Nusa Ina. Penduduk pulau tersebut mulai tersebar ke tempat-tempat lain yang dipimpin oleh empat orang kapitan. Mereka berempat bermusyawarah untuk menyepakati tujuan arah pengembaraannya. Sasaran mereka yaitu akan menghilir sepanjang sungai Tala, sebab sungai ini memiliki banyak kekayaan.

Perbekalan dan persiapan dalam perjalanan disiapkan dengan cepat. Sebagaimana biasa, upacara adatpun dilakukan sebelum perjalanan dimulai, yaitu dengan jalan kaki ke negeri Watui.

Sesampai di negeri Watui, mereka mulai membuat sebuah rakit (gusepa) yang di buat dari batang dan bilah-bilah bambu. Rakit ini dipakai untuk menghilir sungai Tala. Sungai ini terkenal dengan keganasannya, airnya sangat deras dan terdapat banyak batu-batu besar di sepanjang alirannya.
Pelayaran pun dimulai dan sebagai pimpinannya adalah Kapitan Nunusaku, yang merupakan Kapitan besar turunan moyang Patola. Moyang inilah yang menjadi moyang dari mata rumah Wattimena Wael di Mahariki. Harta milik Kapitan Nunusaku dibawanya semua, tidak lupa pula seekor burung nuri atau burung kasturi raja. Selain itu juga dibawanya sebuah pinang putih yang diletakkan dalam tempat sirih pinang.

Di belakang kemudi duduk kapitan yang akan menjadi moyang dari mata rumah Wattimury. Di tengah rakit adalah kapitan yang akan menjadi moyang Nanlohy. Di belakang sebelah kanan duduk kapitan yang akan menjadi moyang Talakua. Untuk menjaga harta milik mereka ditunjuk Kapitan Nanlohy. Di dalam hukum adat, ia bertindak sebagai seorang Dati yang akan menentukan pembagian-pembagian, baik milik pribadi maupun milik bersama. Oleh sebab itu, maka semua harta milik dan pembekalan diletakkan di tengah rakit berdekatan dengan Kapitan Nanlohy.

Rakit melaju karena kekuatan air yang mengalir turun menuju Tala. Namun ketika tiba di tempat yang bernama Batu Pamali, rakit mereka kandas dan hampir terbaik. Kapitan Wattimena Wael terkejut dan berteriak kepada kapitan yang berada di dekatnya. “Talakuang!!” Yang artinya ”tikam tahan gusepa” Dan kapitan yang mendapat perintah tersebut dinamakan ”Talakua” yang kemudian menjadi moyang dari mata rumah Talakua di negeri Portho hingga sekaran.

Ketika rakit hampir berbalik, saat itu Kapitan Wattimena tengah menbuka tempat sirih pinagnya menjadi terjatuh. Pada saat yang sama burung nurinya pun terbang. Kejadian ini sangat mengecewakan kapitan yang langsung terucap menikrarkan sumpah hingga merupakan pantangan bagi mata rumah Wattimena Wael. Bunyi sumpah tersebut, bahwa turun temurun mata rumah Wattimena Wael dan para menantu tak boleh memelihara burung nuri dan memakan sirih pinang. Kemudian yang berada di sungai tersebut dinamakan Batu Pamali hingga sekarang.

Pela dan Gandong adat Orang Maluku

HUBUNGAN ‘PELA’ DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND
Suatu tindjauan singkat oleh Dr. Dieter Bartels


Karangan ini adalah berdasarkan penelitian anthropologis jang dilaksanakan oleh penulis selama tahun 1974-75 di Maluku sendiri dan bertolak djuga pada penemuan2 dalam penelitian jang sedang berlangsung tentang adat Maluku dan kebiasaan hidup kaum Maluku di Negeri Belanda. Djikalau kita mentjari uraian terperintji tentang sistem pela, bandinghanlah Dr. Dieter Bartels, Guarding the Invisible Mountain: Intervillage Alliances, Religious Syncretism and Ethnic Identity among Ambonese Christians and Mosleims in the Moluccas. (1977)

Pada suatu ketika, lambat atau segera kedengaran istilah ‘hubungan pela’ dalam pertjakapan2 dangan orang2 Maluku; dan tak djarang pembitjara malukku menganggap bahwa semua orang lain tahu menahu tentang pela itu. Seolah-olah dengan tiada sadar pembitjara itu mempunjai anggapan jang sedemikian itu, karena ‘hubungan pela’ itu merupakan perkara penting dalam masjarakatnja.

Tegal itu dengan muda terlupakan olehnja bahwa orang bukanmuluku tjuma paham sedikit atau sama sekali tidak tahu menahu tentang pokok itu. Nah, djikalau saudara pembatja tidal tahu banjak tentang pela itu dan mempunjai interesse terhadap pokok itu, silakan landjutkanllah pembatjaan ini. Pada halaman berikut ini saja hendak berusaha untuk memberi suatu ichtisar singkat tentang lembaga sosial maluku jang sangat menarik ini.1

pela-gandong


Negeri2: tulang punggu Masjarakat Maluku

Setjara menjeluruh dapat dikatakan, bahwa separoh penduduk Maluku Tengah2 beragama protestan, sedangkan separohnja pula menganut agama islam. Di luar kota Ambon, kaum Maluku hidup dalam negeri2 jang entah seluruhnja beragama akristen, entah seluruhnja islam, dengan hanja satu dua pengetjualian. Negeri2 itu merupakan kesatuan2 potitik jang terbesar didalam masjarakat Maluku Tengah, djikalau kita tidak menghitung struktur aparat pemerintahan Indonesia jang didatangkan kemudian. Tiap2 negeri terdiri dari sedjumlah mata rumah; orang jang tergabung dalam satu mata rumah tidak boleh kawin dengan orang se-mata rumah; tetapi ditengah2 anggota mata rumah lain mereka boleh mentjari penganten. Rupanja kebanjakan perkawinan berlangsung dalam lingkungan satu negeri antara mata2 rumah jang berlainan didalam negeri itu.

Dari sudut ekonomi, kebanjakan negeri maluku pada umumnja masih dapat menutup kebutuhannja sendiri, chususnja dari segi penjediaan makanan. Hasil panen pertanian (tjengkih dan kopra) didjual langsung kepada para pedagang di kota dan keperluan2 modern lazimnja dibelandjai di pasar Ambon. Perdagangan antar negeri ternjata sangat terbatas. Hubungan dengan negeri2 tetangga lain kali agak tegang, malah kadang bermusuhan. Salah satu sebabnja jaitu batas/sipat antar kebun2 negeri tidak begitu ditetapkan dengan senjata2nja, lagi pula penduduk2 jang senantiaasa bertambah djumlahnja seharusnja perlu diberi makan, sehingga sering timbul perkara2 tentang tanah antara negeri2 jang berdekatan. Karena infrastruktuur (djalan2, perhubungan laut) masih belum begiitu baik, hubungan antar negeri didälam beberapa bagian dairah masih sulit.

Satu Kampung

Pendeknja, negeri2 di Maluku tengah – sama seperti pada abad2 mendahului-masih berdiri sendiri atau agak terlepas satu dari jang lain, suatu kenjataan jang lagi dikuatkan oleh rasa keterikatan masing2 kepada kampung asalnja (satu kampung). Hal itu masih kuat dirasakan djuga oleh kaum Maluku di Belanda jang sudah berpuluhan tahun berada dallam peraantauan. Pertalian itu bukan sadja merupakan suatu hubungan sentimental (perasaan) sadja, melainkan dikuatkan djuga karena kewadjiban2 sosial jang keras. Djikalau suatu negeri memerlukan bantuan, entah masjarakat negeri seanteronja entah sebagai anak2 kampung pribadi, orang2 sekampung wadjib untuk mengullurkan tangan dalam mengusahakan bantuan kepadanja. Walaupun negeri2 terpisah oleh keadaan alam satu dari jang lain dan berdiri sendiri selaku masjarakat kampung, namun suatu identitas bersama kentara di Maluku Tengah jang dapat dikemmmbangkan dan dipertahankan, hal mana sangat mengherankan sebenarnja. Lebih mengherankan lagi jaitu bahwa identitas bersama itu tidaklah terbatas pada satu pulau tertentu/daerah tertentu, melainkan sungguh mempersatukan orang dengan mengatasi batas2 pulau dan agama, sebagaimana kenjataan di Maluku Tengah.

Pela, apa itu?



Peran pokok dalam mengembangkan serta mempertahankan identitas etnis jang bersama itu seharusnja ditjari dalam sistem hubungan sosial jang disebut pela; lembaga chas Maluku jang maha penting ini mengikat hubungan diluar negerinja sendiri. Pela itu merupakan suatu relasi perdjandjian dengan satu atau lebih negeri lain jang sering berada di pulau lain dan kadang djuga menganut agama lain. Sekalipun tiap2 negeri hanja mempunjai satu atau dua pela sadja, namun effek menjeluruh daripada djaringan pela2 jang padat dan berselang seling itu adalah demikian penting, sehingga semua penduduk Maluku Tengah turut serta dalam filsafah pela itu dan dengan demikian turut serta dalam penghajatan kebersamaan itu.

Asal usul daripada pela harus ditjari pada masa lampau jang djauh2, djauh sebelum orang Eropah mendarat di pulau2 rempah2 ingin mendapatkan tjengkih dan pala. Barangkali pela sebagai sistem perhubungan perdjandjian perdjandjian itu lahir dalam rangka masjarakat jang biasa memenggal kepala musuh (potong kepala), akan tetapi pada zaman penjerbuan Portugis dan Belanda pada abad ke 16 dan ke 17, sistem pela itu dipakai untuk mempeerkuat pertahanan terhadap penjerbu2 asing dan untuk saling menolong pada saat2 genting itu.

Menurut kenjataan tjukup banjak pela jang masih bertahan sampai hari ini di-mulai pada zaman itu, dengan mengikat negeri2 islam dan negeri2 kristen (jang baru sadja pindah agama ) satu dengan jang lain. Banjak pela baru pula muntjul selama peperangan hebat melawan pendjadjahan belanda, jang disebut Perang Pattimura pada awal abad ke 19. Ketika tanah Maluku mengalami kesusahan ekonomis setelah kalah dalam peperangan itu, pela tiu dimanfaatkan sebagai djalan untuk mendapatkan makanan; untuk itu banjak negeri jang susah makanan di Ambon-Lease mengikat hubungan dengan negeri2 di Seram jang berlimpah sagu. Dewasa ini pela itu berkembang chususnja selaku kenjataan identitas Maluku ditengah2 keselurahan negara Indonesia dan djuga sebagai alat untuk memadjukan pengembangan dan pembangunan negeri dengan tiada bantuan pemerintah.

Tiga djenis Pela

Pada dasarnja tiga djenis pela dapat ditetapkan, jakni: (1) pela karas; (2) pela gandong atau bungso; (3) pela tempat sirih. Pela keras itu timbul karena terdjadinja suatu peristiwa jang sangat penting, biasanja sehubungan dengan peperangan seperti pentjurahan darah, peperangan jang tak membawa penentuan (tiada jang kalah, tiada jang menang), atau bantuan chusus dariipada satu negeri kepada negeri lain. Pela djenis kedua (pela gandong atau bungso)dalah berdasarkan ikatan turunan, artinja, satu atau lebih banjak mata rumah dalam negeri2 jang berpela itu, menganggap diri sebangi satu turunan, hal mana di-alihkan kepada negeri2 seanteronja, ketika perdjandjian pela diadakan. Pela tempat sirih itu diadakan setelah suatu peristiwa jang tidak begitu penting berlangsung, umpamanja: memulihkan damai kembali sehabis suatu insiden ketjil atau setelah satu negeri adalah berdjasa terhadap lain negeeri. Pela djenis ketiga ini djuga ditetapkan untuk memperlantjar hubungan perdagangan.

Dalam segala hal fungsi pela keras dan pela gandong’bungso adalah sama. Kedua2-nja ditetapkan oleh sumpah keras jang disertai kutuk dahsjat jang akan kena siapa sadja jang melanggar perdjandjian itu. Suatu tjampuran tuak dan darah jang diambil dari tubuh pemimpin kedua fihak itu, dimimum kedua fihak itu setelah sendjata2 dan alat2 tadjam lain ditjelupkan didalamnja. Alat2 itu hendak melawan dan membunuh setiiap orang siapapun djuga jang melanggar perdjandjian. Penukaran darah memeteraikan persaudaraan itu.

Azas2 Pela

Tegal itu pela dianggap sebagai suatu ikatan persaudaraan antara semua penghuni negeri sebelah menjebelah, jang berlangsung terus menerus dan dianggap sutji. Empat hal azasi mendjadi dasar pela, jang adalah sbb:

(1.) negeri2 jang berpela itu berkewadjiban untuk saling membantu pada masa genting (bentjana alam, peperangan dll.);

(2.) djika diminta, maka negeri jang satu itu wadjib memberi bantuan kepada negeri jang lain jang hendak melaksanakan projek2 demi kepentingan kesedjahteraan umum, seperti umpamanja: pembanguanan rumah2 geredja, mesdjid; dan sekolah;

(3.) djikalau seorang mengundjungi negeri jang berpela itu, orang2 negeri itu wadjib untuk memberi makanan kepadanja; tamu jang sepela itu tidak usah minta izin untuk membawa pulang apa2 dari hasil tanah/buah2-an menurut kesukaannja;

(4.) sem penduduk negeri2 jang berhubungan pela itu dianggap sedarah; sebab itu dua orang jang sepela itu tidak boleh kawin karena dipandang sumbang. Tiap pelanggaran terhadap aturan itu akan dijukum keras oleh nenek mojang jang mengikrarkan pela itu. Tjontoh2 penghukuman jaiitu sakit, mati dan kesusahan lain jang kena orang pelanggar sendiri ataupun anak2nja. Djikalau mereka jang melanggar pantangan kawin itu, ditangkap mereka disuruh berdjalan mengelilingi negeri2nja, dengan hanga berpakaian daun2 kelapa sedangkan penghuni negeri mentjaki makinja. Sebaliknja pula pela tempat sirih diadakan dengan tiada bersumpah, hanja dengan menukkar dan mengunjab sirih bersama, suatu kebiasaan adat untuk mengaitkan persahabatan antara orang jang tidak mengenal satu sama lain. Memang pela tempat sirih itu sebetulnja merupakan suatu perdjandjian persahabatan. Kawin-mengawin diperbolehkan dan segala tolong menolong itu adalah bersifat sukarela dan tidak dituntut mutlak karena antjaman penghukuman nenek2 mojang.

‘Bikin panas’ Pela

Supaja pela itu tetap hidup dan supaja anak2 muda disadarkan kewadjibannja, banjak negeri jang berpela itu, mengusahakan pada waktu2 tertentu suatu upatjara ‘bikin panas pela’. Pada kesempaten itu orang2 dari negeri2 jang bersangkutan berkumpul selama satu minggu dalam salah satu negeri untuk merajakan hubungan persatuannja demgan membaharui sumpahnja, bersukatjita sambil menjanji dan melakukan tari2an.

Sistem pela sebagaimana diuraikan diatas ini masih berperan penting di Maluku Tengah. Karena rasa persatuan dan identitas bersama disadari dan dihajati dengan kuat sebagaimana telah disinggung taki, upatjara2 pembaharuan pela masih sering berlangsung. Sedjak Perang Dunia II sedjumlah pela baru, kebanjakan pela tempat sirih, ditetapkan, sering kali antara negeri2 islam dan kristen sebagai usaha jang agaknja diadakan dengan sadar, untuk menguatkan hubungan antara dua golongan itu. Malah dapat dikatakan bahwa berkat sistem pela itu, pertentangan antara kaum muslimin dan kaum kristen tidak dapat berkembang, hal mana adalah sangat berlainan dengan keadaan perhubungan antara kedua ummat beragama itu di tempat2 lain di muka bumi ini. Sebagai kenjataan banjak gedung geredja mesdjid dan sekolah sempat dibangun karena bantuan daripada pela jang menjumbang tenaga kerdja, bahan bangunan, uang dan/atau makanan bagi pekerdja2, sehingga usaha2 itu dapat terlaksana dengan tiada sumbangan apapun dari pemerintah.
Pela di Negeri Belanda

Hubungan pela di-tengah2 kaum Maluku jang hidup di Nederland ini tetap kuat. Keadaan disini tentu adalah lebih rumit (komplex) karena orang2 sepela itu atjapkali hidup dalam masjarakat (wijk) jang sama sehingga sering atau hampir seban hari berdjumpa dengam orang sepela itu, padahal di Maluku Tenggara orang sepela itu hidup berdjauh2an dan djarang bertemu. Karena itu seharusnja diambil tinkakan2 chusus untuk mendjaga supaja anak2 muda jang sepela itu djangan djatuh tjinta satu sama lain! Orang2 sepela itu ditundjuk dan diperkenalakan pada upatjara2 keluarga, seperti baptisan, peneguhan sidi, perkawinan dan pemakaman; berikutnja anak2 muda dinasehati untuk bergaul dengan orang sepela sama seperti dengan saudara2 sungguh. Perlu ditjatat pula behwa orang2 Maluku di Belanda menghitung pela tidak sama dengan orang2 Maluku di Indonesia. Di Maluku sana pela diturunkan dari keluarga ajah, artinja pela jang dihitung adalah pela negeri ajah. Dasarnja adalah aturan sosial, bahwa perempuan kalau kawin meninggalkan mata rumahnja dan bergabung dengan mata rumah laki2. Penggabungan itu berlangsung setelah pengantin laki2 talah membajar harta kawin dan perempuan dengan resmi diterima oleh mata rumah laki2 didalam rumah tua melalui upatjara kawin adat. Semua anak jang dilahirkannja kemudian terhitung sebagai anggota mata rumah suaminja sadja; anak2 itu pula dituntut untuk menghormati pela daripada negeri ajahnja jang beasanja hanja satu atau dua, malah ada negeri jang mempunjai tudjuh ikatan pela.
Sulit mentjari djodoh

Di negeri Belanda ini saudara2 Maluku bukan sadja menghitung pela ajahnja melainkan djuga pela ibunja dan lagi pela daripada keempat neneknja, malah ada menghitung djuga generasi sebelumnja lagi. Oleh karena itu satu oknum achirnja dapat mentjapai suatu djumlah hubungan pela jang tjukup tinggi, hal mana sangat membatasinja untuk mentjari djodohnja; hal itu mungkin mendjadi suatu alasan bagi anak2 Maluku jang djumlahnja makin bertambah untuk mentjari djodoh diluar masjarakat Maluku sendiri.

Lagi suatu perbedaan peenting jang kami tjatat adalah sbb. Di kepulauan Maluku sendiri kedua fihak dalam pela itu biasanja berhubungan pada tingkat negeri, artinja kedua pemerintah negeri berhubungan, seddangkan di Negeri Belanda orang2 jang tergolong pada satu pela hampir selalu selaku pribadi berhubungan. Namun bilamana suatu negeri jang berpela di Maluku itu minta bantuan, lazimnja kumpulan negeri di Belanda akan mentjari dan mengirim uang kesana.

Achirnja di Negeri Belanda djuga pela itu merupakan suatu symbol penting daripada identitas dan persatuan Maluku dan oleh sebab itu pela itu mempenjai suatu nilai perasaan jang amat besar bagi kebanjakan orang Maluku. Hal itu disebabkan sebagian besar oleh karena sistem pela itu adalah sesuatu lembaga chas Maluku jang tiada setjaranjz dan kebanggaan jang adalah sangat penting untuk bertahan sebagai golongan bangsa sendiri di-tengah2 suatu masjarakat jang terdiri dari banjak golongan2 bangsa.

(3diterdjemahkan langsung daripada bahasa Inggeris)
Notes:

1. Tjatatan: Disini saja tjuma berbitjara tentang pela di Maluku Tengah. Perlu ditjatat lagi, bahwa di kepulauan Kei dan Tanimbar dan di beberapa kepulauan ketjil lainnja terdapat djuga lembaga2 ikatan sosial jang ada perssamaan dengan pela di Maluku Tengah itu. return ^

2 Tjatatan: Istilah ‘Maluku Tengah’ sebagaimana dipergunakan disini, mentjakup pulau Ambon, Haruku, Saparua, Nusulalut dan pantai barat Seram, jang seluruhnja satu daerah kebudajaan. return ^

3 Mereka itu (jang dimaksud jaitu kaum Malukudi Belanda) dapat bertahan karena berpegang kuat pada geredja dan adat, lebih huat daripada mereka perbuat pada waktu sebelumnja. Th . Kuhuwael (dikutip dari G. Heeringa, Amboina-Ambon, p. 47) return ^

Suku di MALUKU

Suku Wemale

Wemale adalah salah satu kelompok etnik Maluku dari lebih Pulau Seram. Mereka berjumlah sekitar 9,000 dan hidup dengan 39 [desa/kampung] dari pusat Pulau Seram. Seperti Alune itu kepada barat, mereka berasal dari satu Patasiwa kelompok yang disebut bermula berasal dari nenek moyang etnik Maluku.

bahasa Wemale merupakan bagian dari Melayu-Polinesia dibagian utara dan selatan yang berbeda mempunyai jenis-jenis bahasa yang dikenal sebagai Horale, Kasieh, Uwenpantai, Honitetu dan Kawe. Disebelah utara hampir sekitar 5,000 orang dan Wemale selatan itu percakapan oleh sekitar 4,000 orang. secara tradisional Wemale hidup dari bercocok tanam, Banyak dari makanan mereka didasarkan pada hasil hutan berupa sagu, Mereka juga berburu dan mengumpulkan makanan.

Gambar Suku Wemale di Seram yang merupakan Bagian dari Alif’uru-Ina

Kaum Laki-laki Wemale mempunyai tugas untuk terlibat dalam aktivitas prajurit melawan kelompok-kelompok yang berdekatan. Wanita-wanita mempunyai tugas untuk mencari hasil hutan yang dihasilkan oleh alam untuk dikonsumsi oleh keluarga mereka dalam bentuk keranjang(bakol).orang Wemale membawa pisau panjang mereka mengenakan pakaian kecil oleh karena lingkungan yang lembab. Wanita-wanita mengenakan rotan melingkupi di sekitar pinggang mereka.

Sama seperti dengan Alune, datangnya perayaan usia untuk anak-anak perempuan adalah satu kesempatan yang penting. besar Wemale yang dibangun dan merinci rumah dengan kayu, daun-daun tongkat-tongkat dan telapak tangan. Rumah ini adalah sangat dengan trampil dibuat untuk menyimpan, pelihara bagian dalam mengeringkan dan nyaman.

Kebudayaan dari orang-orang Wemale sudah banyak yang mengalami perubahan; beberapa decade akhir-akhir ini oleh karena dampak dari nilai-nilai konsumerisme tradisional merepotkan. Juga kegelisahan religius dan politis dan konflik yang hasilnya di Indonesia mempengaruhi banyak pulau dari bidang Maluku.

AMBOYNA

(Belanda Ambon), nama dari suatu tempat kediaman, kota pemimpin nya, dan pulau yang di atasnya kota itu diposisikan, di dalam Orangorang Belanda Timur Indies.

Tempat kediaman berbagi dengan bahwa dari Ternate, administrasi kepulauan Maluku, pemerintah yang sebelumnya [di/yang/ttg] mana dihapuskan dalam 1867. Itu termasuk suatu massa dari pulau-pulau di dalam Banda Sea (2° 30’8° 20′ S.dan 12 5° 45’1 35° E.), termasuk sabuk pulau yang mengepung laut di yang utara, timur dan selatan; dan dibagi untuk tujuan-tujuan yang administratif ke dalam sembilan daerah ( afdeelingen): 1)Amboyna, pulau nama itu; ( 2) Saparua, dengan Oma dan Nusa Laut; (3) Kajeli (Ketimuran Buru); (4) Masareti (Buru Barat); (5) Kairatu (Ceram Barat); (6) Wahai (yang utara bagian dari Mid-Ceram); (7) Amahai (selatan bagian dari Mid-Ceram); (8) Banda Isles, dengan Timur Ceram, Ceram Laut dan Gorom; (9) pulau dari Aru, Kei, Timor Laut atau Tenimber, dan di baratdaya: pulau-pulau. Bidang yang total dari tempat kediaman itu adalah sekitar 19,861 seribu persegi., dan populasi nya 296,000, termasuk 2400 Europeans.

Amboyna Island berada batal yang barat-daya dari Ceram, di sisi yang utara dari Banda Sea, mahluk satu satu rangkaian pulau kecil yang volkanis di dalam lingkaran yang bagian dalam [membulatkan/ mengelilingi] laut. Itu adalah 32 m.panjangnya, dengan satu bidang dari sekitar 386 persegi m., dan [menjadi/dari]?berasal dari sangat gambar takberaturan, selagi hampir dibagi menjadi dua. Bagian tenggara dan bagian lebih kecil (memanggil(hubungi Leitimor) dipersatukan kepada yang utara (Hitoe) oleh suatu genting tanah, pegentingan tanah, supitan tanah beberapa yard di dalam luas. Pegunungan yang paling tinggi, Wawani (3609 ft.) dan Salhutu (4020 ft.), mempunyai musim semi(mata air dan solfatar-solfatar panas. Mereka dianggap sebagai gunung api, dan pegunungan dari pulau-pulau Uliasser yang bertetangga sisa dari gunung api. Granit dan batu karang menyerupai ular mendominasi, hanya pantai-pantai dari Amboyna Bay [menjadi/dari]?berasal dari kapur, dan berisi stalactite gua-gua. Permukaan itu adalah fertil, sungai-sungai itu bersifat kecil dan bukan yang dapat dilayari, dan jalan-jalan yang dapat dilalui itu adalah semata-mata jalan setapak. Cocoa adalah salah satu [dari] produk-produk. Iklim itu adalah secara komparatif menyenangkan dan sehat; temperatur rata-rata itu adalah 80° F., jarang tenggelam di bawah 72°. Curah hujan, bagaimanapun, setelah angin monsun yang dari timur, adalah sangat berat, dan pulau itu adalah dapat dikenakan kepada angin topan yang kejam. Itu adalah luar biasa?menarik perhatian bahwa musim kemarau (Oktober kepada April) bersamaan waktu dengan periode angin monsun barat. Binatang menyusui yang berasal dari/pribumi bersifat lemah(miskin dalam jenis sedikit; beberapa maupun dalam jumlah; burung-burung lebih berkelimpahan, hanya dari tanpa variasi yang lebih besar. Ilmu serangga dari pulau, bagaimanapun, sangat kaya, terutama sekali menyangkut Lepidoptera. Kulit/kerang-kulit/kerang diperoleh di dalam sejumlah besar dan variasi.

Turtle-shell adalah juga sebagian besar diekspor. Tumbuh-tumbuhan itu adalah juga kaya, dan Amboyna menghasilkan kebanyakan dari buah-buahan dan sayur-mayur tropis umum, termasuk sagu, telapak tangan, pohon sukun, cocoa, kacang-kacangan, tebu, maizena/sejenis tanaman jagung, kopi, lada dan kapas. Cengkih-cengkih, bagaimanapun, membentuk produk pemimpin nya, meskipun [demikian] tukar tambah mereka adalah lebih sedikit yang penting dibanding tadinya/dahulu, ketika Orangorang Belanda melarang pembesaran pohon cengkih di semua pulau-pulau yang lain tunduk kepada aturan mereka, untuk mengamankan monopoli itu ke(pada Amboyna. Amboyna kayu, bernilai tinggi karena pekerjaan berhubungan dengan perhiasan, diperoleh dari simpul mati yang terjadi di pohon-pohon yang tertentu di dalam hutan-hutan dari Ceram. Populasi (sekitar 39,000) yang dibagi menjadi dua burger classesorang atau para warganegara, dan orang negri atau orang desa, pembentuk menjadi kelas dari asal-muasal yang asli yang menyenangi kehormatan-kehormatan tertentu berunding di para nenek moyang mereka oleh Belanda yang kuno Timur India Perusahaan. Yang asli [menjadi/dari]?berasal dari darah Malay-Papuan yang dicampur. Mereka kebanyakan orang-orang Kristen atau Mahommedans. Ada juga, di samping Orangorang Belanda, beberapa Arabs, Cina dan beberapa penetap-penetap bangsa Portugis.

Amboyna, kota pemimpin, dan tempat duduk dari pemimpin penduduk dan militer dari kepulauan Maluku, dilindungi oleh Fort Victoria, dan adalah suatu kota kecil yang bersih dengan jalan-jalan yang lebar/luas, sumur dinanam. Pertanian, perikanan-perikanan dan impor dan perdagangan ekspor melengkapi [alat; makna] pemimpin dari penghidupan. Itu berada di yang barat laut dari semenanjung dari Leitimor, dan mempunyai suatu aman dan dinding jangkar/biaya labuh luas lapang. Populasi nya adalah sekitar 8000.

Bangsa Portugis itu adalah bangsa orang Eropa yang pertama untuk mengunjungi Amboyna (1511). Mereka mendirikan suatu pabrik di sana dalam 1521, tetapi tidak memperoleh harta benda yang suka damai tentangnya hingga 1580, dan dispossessed oleh Orangorang Belanda dalam 1609. Sekitar 1615 Orang-Orang Inggris membentuk suatu penyelesaian di dalam pulau, pada Cambello, yang mereka menyimpan sampai 1623, ketika yang dibinasakan; dihancurkan oleh Orangorang Belanda, dan siksaan-siksaan menakutkan menimbulkan/mengenakan di orang-orang yang bernasib sial menghubungkan dengannya. Dalam 1654, setelah banyak negosiasi yang tanpa buah, Cromwell memaksa United Provinces itu untuk memberi jumlahan dari 30o,000, bersama-sama dengan suatu pulau yang kecil, seperti(ketika ganti-rugi kepada keturunan-keturunan dari mereka yang menderita di dalam “Amboyna pembantaian.” Dalam 1673 penyair Dryden menghasilkan tragedi dari nya Amboyna, atau Cruelties dari Orangorang Belanda kepada Orang-Orang Inggris Para pedagang. Dalam 1796 Orang-Orang Inggris, di bawah Admiral Rainier, Amboyna yang ditangkap, tetapi memulihkan nya kepada Orangorang Belanda di damai dari Amiens dalam 1802. Itu direbut kembali oleh Orang-Orang Inggris dalam 1810, tetapi sekali lagi kembali Orangorang Belanda dalam 1814.

BURU

(Buro, Belanda Boeroe atau Boeloe), satu pulau dari Orangorang Belanda Timur Indies, salah satu [dari] Molucca Islands yang kepunyaan tempat kediaman dari Amboyna, antara 3° 4′ dan 3° 50′ S.dan 125° 58′ dan 127° 15′ E.Pengukuran-pengukuran nya yang ekstrim adalah 87 m.oleh 50 seribu., dan bidang nya adalah 3400 persegi m.Permukaan nya adalah untuk kebanyakan part bergunung-gunung, meskipun [demikian] daerah daerah pesisir adalah sering tanah endapan dan berawa dari deposito-deposito dari banyak sungai-sungai. ini yang paling besar, Kajeli, memecat dari timur, pada sebagian dapat dilayari. Pengangkatan/tingginya-pengangkatan/tingginya yang terbesar terjadi di dalam barat, di mana gunung Tomahu menjangkau 8530 ft. Di tengah-tengah yang barat bagian dari pulau berada danau yang besar dari Wakolo, pada satu ketinggian dari 2200 ft., dengan suatu lingkar dari 37 m.dan suatu kedalaman tentang WC ft. Itu sudah dipertimbangkan suatu danau kawah/lubang ledakan; tetapi ini bukan kasus. Itu adalah terletak di simpangan batupasir dan batu tulis, di mana air, setelah dilemahkan pembentuk, sudah mengumpulkan di yang belakangan. Danau tidak memiliki afluen-afluen dan hanya saluran nya, Wai Nibe itu kepada yang utara. Pemimpin berhubungan dengan geologi pembentukan Buru bersifat batu tulis dari kristal/jernih dekat pantai yang utara, dan lebih kepada selatan Mesozoikum batupasir dan kapur, deposito-deposito dari kejadian yang jarang di dalam kepulauan. Betul-betul yang lebih besar bagian dari negeri mempunyai sejumlah lahan hutan dan padang rumput yang luas alami(wajar, tetapi bagian-bagian seperti itu seperti halnya dibawa ke dalam penanaman adalah sangat fertil.

Kopi, beras dan bermacam buah-buahan, seperti jeruk, jeruk, pisang, nanas dan kelapa siap tumbuh, seperti juga sagu, cabe merah, tembakau dan kapas. Satu-satunya barang ekspor yang penting, bagaimanapun, minyak kayu putih, suatu obat yang menyebabkan banyak keringat menyaring dari daun-daun dari Melaleuca Cajuputi atau pohon kayu putih; dan kayu. Tumbuh-tumbuhan yang asli adalah kaya, dan kayu jati, kayu hitam dan canari pohon-pohon terutama berkelimpahan; fauna, yang dengan cara yang sama bervariasi, termasuk babirusa, yang terjadi di dalam pulau ini hanya dari kepulauan Maluku. Populasi itu adalah sekitar i 5,000. [desa/kampung] di pesisir itu dihuni oleh suatu Populasi yang orang Melayu, dan bagian-bagian barat dan utara pulau itu diduduki oleh suatu cahaya mewarnai Melayu rakyat serupa yang asli dari Celebes yang dari timur. Di dalam bagian dalam/pedalaman itu ditemukan suatu [perlombaan; ras] yang ganjil yang yang diselenggarakan oleh sebagian orang untuk menjadi Orang Papua. Mereka digambarkan, bagaimanapun, seperti(ketika dengan ganjilnya orang Papua titigable tak dapat dikurangi di dalam bentuk badan, hanya 5 ft. 2 di dalam. rata-rata tingginya, dari suatu warna yellowbrown, dari yang lemah membangun, dan tanpa karakteristik secara mendesis rambut dan hidung terkemuka dari Orang Papua yang benar. Mereka dengan sepenuhnya penyembah berhala, hidup dengan dusun kecil yang tersebar, dan sudah datang sangat kecil dalam hubungan dengan setiap peradaban. Di antara populasi yang bahari sejumlah kecil Cina, Arab dan [perlombaan; ras] lain adalah juga ditemukan. Pulau itu dibagi oleh Orangorang Belanda ke dalam dua daerah. Penyelesaian pemimpin adalah Kajeli di pantai timur.

Sejumlah Mahommedan asli di sini adalah turun dari suku-suku memaksa dalam 1657 untuk berkumpul bersama-sama dari yang berbeda bagian-bagian dari pulau, selagi semua clove-trees dibasmi dalam satu usaha oleh Orangorang Belanda untuk memusatkan perdagangan cengkih. Di hadapan kedatangan dari Orangorang Belanda penduduk pulau itu di bawah dominion sultan dari Ternate; dan itu pemberontakan mereka melawan terhadap dia bahwa memberi Europeans peluang mengakibatkan penaklukan mereka.

BANDA ISLANDS

suatu kelompok Orangorang Belanda Timur Indies, terdiri dari tiga pemimpin dan beberapa pulau-pulau yang lebih sedikit di dalam Banda Sea, selatan dari Ceram, kepunyaan tempat kediaman dari Amboyna. Pulau-pulau utama adalah Great Banda atau Lontor; Banda Neira kepada yang utara nya yang; Gunong Api, di barat Banda Neira; Wai atau Ai barat lebih jauh masih, dengan Run di atasnya barat-daya; Pisang, utaranya dari Gunong Api; dan Suwangi, barat laut lagi; kembali. Bidang lahan yang total adalah sekitar 16 persegi m.Suatu formasi yang volkanis adalah nyata di Lontor, suatu pulau yang sickleshaped yang, dengan Neira dan Gunong Api, wujud-wujud bagian dari lingkaran dari suatu kawah/lubang ledakan. . itu pengaturan adalah dapat diperbandingkan dengan Santorin di dalam Aegean Sea. Gunong Api (Tembak Mountain), 2200 ft. ketinggian, adalah satu gunung api yang aktif, dan letusan-letusan dan gempabumi-gempabumi nya sudah sering membawa kehancuran, seperti(ketika khususnya dalam 1852, ketika . itu kerusakan terutama karena [gelombang/lambaian] yang sangat besar dari laut. Banda, kota pemimpin, di Neira, adalah suatu penyelesaian yang menyenangkan, yang diperintah oleh dua benteng Belanda dari awal abad yang 17th, Nassau dan Belgica. Pulau yang paling besar, Lontor, ditemukan terlalu tak sehat sebagai lokasi dari penyelesaian yang pokok; hanya iklim dari pulau-pulau secara umum, meskipun [demikian] panas, bukanlah tak sehat. Di dalam ruang(spasi antara Lontor, Neira dan Gunong Api ada suatu pelabuhan bandar yang baik, dengan mempesona sebelah menyebelah, yang memungkinkan kapal-kapal untuk masuk di yang manapun dari angin monsun. Antara Gunong Api dan Neira ada sepertiga saluran, tetapi itu adalah dapat dilayari untuk kapal-kapal kecil saja. Pokok barang-barang kesenian perdagangan di dalam kelompok Banda adalah pala-pala dan bunga pala/tongkat kebesaran.

Pala itu adalah berasal dari/pribumi. Populasi yang asli setelah dijernihkan oleh Orangorang Belanda, perkebunan-perkebunan itu dikerjakan dnegan pedoman para budak dan narapidana-narapidana hingga pembebasan dari 1860. Pengenalan tentang perkemahan tenaga kerja Melayu dan Cina sesudah itu terjadi. Perkebunan-perkebunan (menetes) mula-mula diselenggarakan oleh penakluk-penakluk dari yang asli, pemonopolian pemerintah hasil pada suatu tingkat bunga tetap; hanya dalam 1873 monopoli pemerintah dihapuskan. Sejumlah produksi tiap-tiap tahun kepada hampir 1,500,000 lb dari pala-pala, dan 350,000 lb dari bunga pala/tongkat kebesaran. Pala-pala itu adalah tumbuh, seturut kondisi-kondisi alami(wajar, di bawah keteduhan dari yang lain pohon-pohon, biasanya canari. Jalti atau jatti kayu ditanami di pulau yang kecil dari Rosingen. Populasi yang total pulau-pulau itu adalah sekitar 9500, [di/yang/ttg] mana sebagian orang 7000 adalah keturunan dari yang diperkenalkan asli sebagai para budak dari pulau-pulau yang bertetangga, dan adalah orang-orang Kristen atau Mahommedans.

Banda Islands itu ditemukan dan annexed oleh bangsa Portugis Antonio D’Abreu dalam 1512; hanya di dalam permulaan abad yang 17th, rakyat bangsa nya diusir oleh Orangorang Belanda. Dalam 1608 Orang-Orang Inggris dibangun suatu pabrik di Wai, yang dirobohkan oleh Orangorang Belanda secepat Orang-Orang Inggris kapal dininggalkan. Tidak lama sesudah, bagaimanapun, Banda Neira dan Lontor adalah berhenti oleh asli kepada Orang-Orang Inggris, dan dalam 1620 Run dan Wai ditambahkan kepada dominion-dominion mereka; tetapi kendati perjanjian-perjanjian ke dalam mana mereka telah masuk Orangorang Belanda menyerang dan mengusir saingan-saingan mereka yang Inggris. Dalam 1654 mereka dipaksa oleh Cromwell untuk memulihkan Run, dan untuk membuat kepuasan untuk pembantaian dari Amboyna; tetapi Orang-Orang Inggris penetap-penetap tidak sedang cukup didukung dari rumah, pulau itu direbut kembali oleh Orangorang Belanda dalam 1664. Mereka tinggal di dalam harta benda yang tak terganggu sampai 1796, ketika Banda Islands itu diambil oleh Orang-Orang Inggris: Mereka dipulihkan oleh perjanjian dari Amiens di dalam tahun 1800, lagi; kembali menangkap, dan akhirnya memulihkan oleh perjanjian dari Paris menyimpulkan dalam 1814.

TIMOR LAUT

(“Ganggang laut Timor”; Belanda, Timor Laoet), Tenimber atau Tenimbar, suatu kelompok pulau-pulau di dalam Kepulauan Melayu, SW. dari Aru Islands, antara 6° 20′ dan 8° 30′ S., dan 130 40′ dan 132° 5′ E.Oleh Orangorang Belanda, di dalam tempat kediaman siapa dari Amboyna mereka dimasukkan, mereka secara politis dibagi menjadi dua daerah; Larat, termasuk pulau-pulau yang dihuni dari Larat, Vordate, Molu, dan Maro, bersama-sama dengan banyak pulau yang tak berpenghuni; dan Sera, termasuk Sera Islands, Selaru, dan selatan bagian dari Yamdena, semua dihuni. Hanya Yamdena dan Selaru adalah oleh Timor Laut yang disebut asli; semua yang lain mereka sebut(panggil Tenimbar. Kelompok itu adalah secara keseluruhan bentuk karang. Vordate, Molu dan bagian tenggara Yamdena mempunyai suatu tingginya yang maksimum 820 ft.; sisanya bersifat datar(kempes dan rendah, kecuali Laibobar, kelihatannya suatu pulau yang sangat kecil yang volkanis di barat, yang mempunyai satu kawah/lubang ledakan yang padam 2000 ft. tinggi. Yamdena, pulau yang paling besar, mempunyai satu bidang dari tentang I Ioo persegi m.; sisanya bersama-sama tentang I 000. Ritabel di Larat adalah satu-satunya pangkalan laut yang aman selama angin monsun timur dan barat. Fauna termasuk kerbau liar, suatu berkenaan dengan binatang berkantung adj cuscus, beberapa yang gila, burung nuri warna merah tua yang indah/cantik, variasi-variasi jarang dari tanah(landasan, sejenis murai, pemakan madu dan sejenis podang. Populasi itu diperkirakan pada sekitar 19,000. Penduduk asli itu adalah Papuans, tetapi banyak bergaul dengan Orang Melayu dan barangkali Orang Polinesia unsur-unsur. Mereka adalah suatu [perlombaan; ras] yang bagus, sering kali (di) atas 6 ft. perasaan(pengertian jangkung, mereka yang terkenal akan artistik.

Di dalam pengakuan yang lain, mereka adalah penyembah berhala di suatu status(negara yang rendah dari kultur, kebanyakan dibagi menjadi masyarakat-masyarakat bermusuhan dan menjadi budak perampokan. Satu-satunya [alat; makna] dari penghidupan adalah pertanian yang primitif di suatu tanah yang tak subur, perikanan kura-kura dan teripang dan ternak. pembesaran. Ekspor yang tahunan (teripang, kura-kura dan kamuning kayu) dihargai hanya pada £850 ke £1650.

Lihat H. O.Forba-forba, “Eksplorasi-eksplorasi Milik Tiga Bulan di dalam Tenimbar Islands,” di Proc. dari Roy. Geog. Soc. ( 1884); J. G.Riedel, Tidak sluik en kroesharige rassen tusschen Selebes en Papua ( 1886); W. R.van Hoevell, “Tanimbar en Timor Laoet-Eilanden,” di Tijdschrift Batavian Genootschap (1889), jilid xxxiii.; J. D. Garson, “Di Cranial Characters dari Natives dari Timor-Laut,” Journ. Anthrop. Instit. xiii. 386.

KEI PULAU-PULAU

[-Ke, Kunci, Kii, &c.; asli, Ewab], suatu kelompok di dalam Orangorang Belanda Timur Indies, di dalam tempat kediaman dari Amboyna, antara 5° dan 6° 5′ S.dan 131° 50′ dan 133° 15′ E., dan terdiri dari empat bagian: Nuhu-Iut atau Great Kei, Roa atau Little Kei, Tayanda, dan kelompok Kur. Kei Besar berbeda secara phisik dari semua segi kebaikan dari kelompok-kelompok yang lain. Itu [menjadi/dari]?berasal dari formasi Tertiary (Miosen), dan mempunyai suatu rantai dari pengangkatan/tingginya-pengangkatan/tingginya yang volkanis sepanjang poros, mencapai suatu tingginya dari 2600 ft. Bidang nya adalah 290 seribu persegi., bidang lahan yang total dari mahluk kelompok 572 persegi itu m. Semua pulau yang lain [menjadi/dari]?berasal dari formasi post-Tertiary dan [tentang] permukaan aras. Kelompok mempunyai hubungan kapal selam, di bawah laut secara relatif dangkal, dengan kelompok Timorlaut kepada yang barat-daya dan rantai dari pulau-pulau yang membentang barat laut ke arah Ceram; air men[dalam memisahkan nya di timur dari Aru Islands dan di barat dari pulau-pulau yang bagian dalam dari Banda Sea. Di antara produk-produk adalah coco-nuts, sagu, ikan, teripang, kayu, kopra, maizena/sejenis tanaman jagung, ubi rambat dan tembakau. Populasi itu adalah sekitar 23,000, dari siapa 14,900 penyembah berhala, dan 8300 Mahommedans.

Penduduk/penghuni-penduduk/penghuni [menjadi/dari]?berasal dari tiga jenis. Ada Kei Islander benar, suatu Orang Polinesia oleh tingginya nya dan rambut berombak/keriting coklat atau hitam, dengan suatu kulit antara Orang Papua hitam dan Melayu menguning. Ada murni Orang Papua, yang mempunyai sebagian besar digabungkan di dalam jenis Kei. Yang ke tiga, ada imigran Malays. Ini (yang dibedakan oleh pemakaian suatu bahasa khusus dan oleh pengakuan Agama Islam) adalah keturunan-keturunan dari aslinya dari pulau-pulau Banda yang melarikan diri dari timur di hadapan pelanggaran-pelanggaran dari Orangorang Belanda. Penyembah berhala mempunyai patung-patung tidak sopan dari dewata-dewata dan tempat-tempat dari pengorbanan yang ditandai oleh rumah susun mengalahkan timbunan batu. Kei Islanders itu bersifat cakap: pandai: mahir di dalam mengukir dan boat-builders terkenal.

Lihat C. M. Kan, “Onze geographische kennis d Keij-Eilanden,” di Tijdschrift Aardrijkskundig Genootschap (1887); Burung martin, “Mati Kei-inseln u.ihr Verhaltniss zur Australisch-Asiatischen Grenzlinie,” ibid. memisah[kan vii. ( 1890); W. R.van Hoevell, “Tidak Kei-Eilanden,” di Tijdschr. Batavian. Informasi. ( 1889); “Verslagen van tidak wetenschappelijke opnemingen en onderzoekingen op tidak Keij-Eilanden” (1889-1890), oleh Planten dan Wertheim (1893), dengan peta dan ethnographical atlas dari di baratdaya: dan pulau-pulau bagian tenggara oleh Pleyte; Langen, Mati Keyoder Kii-Inseln (Vienna, 1902).